Baru kali ini aku naik kereta api di umurku yang sudah beranjak tujuh belas tahun. Aku memang anak rumahan yang jarang pergi kemana-mana. Kali ini pun aku terpaksa naik kereta api. Aku sedang dalam kereta ekonomi menuju Pekalongan. Kereta ini sungguh ramai, karena bertepatan juga dengan para pemudik. Jadilah aku berdiri. Aku berdiri tepat di pinggir perbatasan gerbong. Di sebelahku ada pintu pembatas gerbong yang bergerak-gerak karena guncangan kereta. Aku menikmati saja perjalanan ini.
Di salah satu stasiun kereta, beberapa penumpang naik. Masuklah sosok yang menarik perhatianku saat pintu gerbong yang berjarak kira-kira lima meter dibuka. Pandanganku tersangkut pada cowok sepantaranku. Cowok terperfect yang pernah aku lihat, menurutku. Tampan dan berpostur keren. Rambut yang agak kriting entah diberi apa yang membuatnya semakin mempesona, matanya tajam
menghanyutkan, dinaungi alis yang berbentuk tebal, kulit putih, dengan hidung mancung sedangnya, badannya tinggi tegap dilapisi t-shirt hitam dengan kemeja kotak berwarna merah sebagai luarannya. Aku tak tahu apa ini love at the first sight atau hanya sekedar mengagumi. Tapi aku tidak terlalu percaya pada cinta pandangan pertama dan seketika percaya saat dia tersenyum manis padaku.
menghanyutkan, dinaungi alis yang berbentuk tebal, kulit putih, dengan hidung mancung sedangnya, badannya tinggi tegap dilapisi t-shirt hitam dengan kemeja kotak berwarna merah sebagai luarannya. Aku tak tahu apa ini love at the first sight atau hanya sekedar mengagumi. Tapi aku tidak terlalu percaya pada cinta pandangan pertama dan seketika percaya saat dia tersenyum manis padaku.
Baru kali ini aku mengalami suasana sedramatis itu. Seolah ini adalah adegan film yang telah diatur rapi skenarionya. Langkah cowok itu berderap slow motion dalam duniaku, menggetarkan seluruh jantungku. Fokus kamera mataku telah diarahkan pada sosok yang lebih berkilau dari yang lainnya. Sekilas goncangan kereta mengubah konsentrasiku, aku sesali goncangan tadi karena sosok pemuda incaranku pun lenyap ke gerbong sebelah. Aku jadi sedih mengingat akankah momen indah itu bakal terulang lagi atau tidak dan bertemu lagi dengan “si keren” entah itu siapa namanya aku tak tahu. Cowok tadi sempat menatapku dan tersenyum manis dengan senyuman yang membuatku rela menahan napas dan berkedip.
Aku mencoba menengok gerbong sebelah lewat kaca tepat di sampingku. Cowok itu segera mengalihkan pandangannya setelah sadar aku lirik. Tiba-tiba datang seorang pria bebadan besar yang menghalangi pandanganku. “si keren” itu menghilang lagi. Mataku terus mencari sosoknya dalam suasana riuhnya kereta api itu. Entah dari mana dia berjalan cowok itu tepat berada di sebelahku. Lagu aku jatuh cinta, roulette mengalun lembut di hatiku. Semua di sekelilingku jadi serasa romantis. Aku ragu pada perasaanku. Ah, mungkin ini tidak akan bertahan lama, ketertarikan yang akan hilang dalam hitungan hari atau jam. Tetapi berdiri di sebelahnya membuatku tersenyum lepas, seolah dialah “Mr. Right” untukku.
Aku mencoba menengok gerbong sebelah lewat kaca tepat di sampingku. Cowok itu segera mengalihkan pandangannya setelah sadar aku lirik. Tiba-tiba datang seorang pria bebadan besar yang menghalangi pandanganku. “si keren” itu menghilang lagi. Mataku terus mencari sosoknya dalam suasana riuhnya kereta api itu. Entah dari mana dia berjalan cowok itu tepat berada di sebelahku. Lagu aku jatuh cinta, roulette mengalun lembut di hatiku. Semua di sekelilingku jadi serasa romantis. Aku ragu pada perasaanku. Ah, mungkin ini tidak akan bertahan lama, ketertarikan yang akan hilang dalam hitungan hari atau jam. Tetapi berdiri di sebelahnya membuatku tersenyum lepas, seolah dialah “Mr. Right” untukku.
Goncangan kereta melemahkan keseimbanganku. Hampir saja wajahku mencium lantai kalau tidak ditolong oleh tangan jangkung yang menahan perutku. Aku berdiri mendongak dan melihat pangeranku berdiri satu jengkal di hadapanku dan tersenyum lembut ke arahku. Jantungku seakan siap meledak, aliran darahku semakin cepat saat dia menyentuhku. “Terimakasih” kataku. Senyuman malaikat terlihat jelas di hadapanku, bahkan lebih dekat. Aroma tubuhnya yang menyenangkan membuat otakku tidak bisa berpikir jernih. Aku rela berada di dekapannya selamanya. “You’re welcome” balasnya dengan sedikit mengangguk. Kurasa aku tidak akan bisa melupakan suara ngebassnya itu, saat dia berkata lagi, “maaf jamku tersangkut”. Oh, ternyata jam tangan yang dia pakai tersangkut di sela benang kerudungku. Jantungku benar-benar meledak sekarang. Tubuhku bergetar kencang. Aku berdiri tersipu di dekatnya.
Tak begitu lama, Rasa bahagia itu sirna ketika stasiun tujuannku di depan mata. Dengan berat hati aku melangkahkan kakiku turun kereta. Aku merasa sedih karena dia tidak juga turun bersamaku, mungkin dia turun di stasiun selanjutnya. Aku juga merasa menyesal tidak menanyakan namanya. Yang pasti saat aku akan turun dia kembali tersenyum padaku. Lagu Vierratale, “seandainya” mengalun lembut di hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar