“Ya Allah, sesungguhnya ini adalah siang-Mu yang telah menjelang dan Malam-Mu yang telah berlalu serta suara-suara penyeru-Mu. Maka Ampunilah aku.” Pagi ini telah kuselesaikan zikir Al-matsurat selepas shalat subuh di Mushollah depan rumahku. Hanya aku dan Pak Haji Thamrin, seorang sesepuh sekaligus pemuka agama di komplek Mahoni, tempat tinggalku.
Sebelumnya terbayang rasa amat sangat frustasi perihal kejadian kemarin di tempat kerja. Ocehan dari bossku yang menganggap karyawan di divisiku yang selalu santai disaat jam kerja. Menurutnya penjualan lewat website yang kami kelola mengalami stagnansi bahkan penurunan penjualan pemesanan online. Padahal pekerjaan mengelola dan mengoptimalisasikan website tidak seinstan pedagang keliling yang menyeduhkan kopi untuk pengunjung Panggung seni di Taman Ismail Marzuki.
“Kalau tim kalian seperti ini terus, siap-siap saja kalian buat acara Farewell Party!” Ujar boss kami dengan mata yang tajam dan suara yang berat.
“Hmm, si boss ini lagi dateng bulan kali ya. Kerja kita kan emang santai, apa kita harus duduk depan komputer, desain gambar produk sambil angkat barang dari gudang ke mobil pick up. Kerja keras nggak gitu juga kali” Keluh Rendi web design di tim kami
“Hmm, si boss ini lagi dateng bulan kali ya. Kerja kita kan emang santai, apa kita harus duduk depan komputer, desain gambar produk sambil angkat barang dari gudang ke mobil pick up. Kerja keras nggak gitu juga kali” Keluh Rendi web design di tim kami
“Udah lah Rend, nggak usah banyak ngeluh. Lagian emang lu nya juga kan yang kerjanya lama. Desain gambar sambil pasang headset di kuping. Gimana mau fokus coba” balas Fitri, seorang content writer yang satu tim dengan kami.
“Brakkkkk” Suara gebrakan meja Rendi seketika mengagetkan kami.
“Eh, neng. Lu pikir karena gue sambil dengerin musik, kerjaan gue jadi nggak bener? Tiap orang punya cara sendiri buat fokus” Tegas Rendi dengan muka yang mulai memerah.
“Eh, neng. Lu pikir karena gue sambil dengerin musik, kerjaan gue jadi nggak bener? Tiap orang punya cara sendiri buat fokus” Tegas Rendi dengan muka yang mulai memerah.
“Yaudahlah, nggak usah narik urat segala kali. Biasa aja kalau ngomong. Ini juga bukan buat lu doang, tapi buat Fikar, Gue sama Deny” Balas Fitri dengan nada setengah tegas.
Suasana saat itu benar-benar kaku dan dingin. Percakapan tadi merupakan percakapan terakhir sore itu, satu jam menjelang pulang. Kami melakukan kesibukan masing-masing. Fitri sibuk melanjutkan artikel website, sambil sesekali asik membaca Sinopsis film yang akan tayang di bioskop. Rendi asik menonton Anime Streaming dengan Earphone dan kurasa dia sudah jenuh untuk melanjutkan editan gambarnya sedangkan Aku yang sibuk melihat beberapa chat dari grup whatssap yang masuk di Handphoneku, sambil sesekali mengontrol website perusahaan. Meja Fikar Kosong, karena dia ambil cuti satu hari untuk mengurusi resepsi pernikahannya.
Pagi ini aku merasa beda, mungkin karena energi dari shalat subuh berjamaah dan zikir pagi tadi. Ternyata kajian dari ustdz Bachtiar Natsir yang aku tonton dari YouTube semalam mengubah persepsi hidupku hari ini. Beruntunglah aku melampiaskan kejenuhan dan frustasi yang kualami dengan cara yang tepat. Pikiran bahwa besok pasti lebih buruk dari hari ini telah sirna oleh aktivitas awal pagi yang menyegarkan. Seperti butiran embun yang melapisi jok motor yang membersihkan seluruh debu sisa kemarin.
Terbesit suatu ide untuk melengkapi indahnya hari ini. Setelah bersiap, kutancapkan gas motor matic ku menuju pasar kaget untuk sekedar membeli Sekantong penuh Rujak kemudian menuju kantor.
“Ini dia nih, calon pengantin baru. Gimana persiapan resepsinya?” Tanyaku heboh kepada Fikar.
“Alhamdulillah Den, lancar. Tinggal nunggu hari H-nya nih minggu lusa”
Aku melihat Rendy dan Fitry masih sibuk dengan komputernya masing-masing. Masih terdiam fokus.
“Eh kebetulan gua bawa rujak nih, ayo dicicipin. Seger-seger nih buahnya, langsung diambil dari kebonnya” Canda ku
“Waah, ini sih kesukaan gue. Kenapa nggak tiap hari aja sih, Den bawa beginian” Celoteh Fitri dengan suara cemprengnya.
“Rend, ayo gabung bukannya lu rujak lover, ya?” bujuk Fitri dengan nada sedikit meledek
“Kalau Ini sih gue nggak nolak, fit. Gue nggak rela kalau ini habis cuman sama lu doang.” Ujar Rendi dengan senyum nyinyir nya
“Plakk” “Eh, ini bagian gua. Maen sikat aja” teriak Fitri karena kesal, buah yang sudah dipegang fitri dimakan Rendi.
“Hahaha, udah dikasih rujak masih aja kalian pada ribut” Tawa ku menggelegar. Suasana jadi cair kembali.
“Alhamdulillah Den, lancar. Tinggal nunggu hari H-nya nih minggu lusa”
Aku melihat Rendy dan Fitry masih sibuk dengan komputernya masing-masing. Masih terdiam fokus.
“Eh kebetulan gua bawa rujak nih, ayo dicicipin. Seger-seger nih buahnya, langsung diambil dari kebonnya” Canda ku
“Waah, ini sih kesukaan gue. Kenapa nggak tiap hari aja sih, Den bawa beginian” Celoteh Fitri dengan suara cemprengnya.
“Rend, ayo gabung bukannya lu rujak lover, ya?” bujuk Fitri dengan nada sedikit meledek
“Kalau Ini sih gue nggak nolak, fit. Gue nggak rela kalau ini habis cuman sama lu doang.” Ujar Rendi dengan senyum nyinyir nya
“Plakk” “Eh, ini bagian gua. Maen sikat aja” teriak Fitri karena kesal, buah yang sudah dipegang fitri dimakan Rendi.
“Hahaha, udah dikasih rujak masih aja kalian pada ribut” Tawa ku menggelegar. Suasana jadi cair kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar